TEORI KRITIS DAN SOSIOLOGIS


Pendahuluan
            Teori sosial akhir-akhir ini sedang mengalami krisis dan perubahan luar biasa. Tahun 1960/1970an sejumlah teori dan pradigma baru lahir dan menjadi pembahasan. Para sosiolog yang baru, mulai meragukan kemampuan konsep/teori sosial modern. Para teoritasi sosial yang baru mengungkapkan bahwa sosiologi modern dirumuskan sebagai jawab atas permasalahan yang dihadapi masyarakat jaman modern (era industry), karena dianggap tidak mampu bahkan tidak tepat jika digunakan untuk memahami situasi sosial budaya yang pada saat ini.
Teori kritis telah menantang teori sosial-budaya modern. Teori kritis adalah salah satu aliran pemikiran yang sangat mempengaruhi teori-teori sosial-budaya akhir-akhir ini. Meskipun teori kritis disebut sosiologi kritis akan tetapi pengertiannya tidak sama dengan sosiologi modern. Sosiologi kritis merupakan kritis terhadap sosiologi modern. Jika sosiologi positivistic hanya menerima satu mode ilmu pengetahuan, maka teori kritis menerima pluralitas perspektif serta mengkritik dan pemisahan bidang ilmu secara ketat.
TEORI KRITIS
A.    Latar Belakang Pemikiran Teori Kritis
Teori kritis dan lingkaran wina adalah gerakan intelektual yang berkembang dan sangat berpengaruh pada pemikiran sosial-politik dan ilmu pengetahuan pada awal abad XX. Kedua pemikiran filsafat ini memiliki arah yang berbeda. Lingkaran wina mempunyai pengaruh luar biasa dalam ilmu pengetahuan dan filsafat sampai sekitar tahun 1960-an dan mulai redup setelah itu. Pengaruh mazhab fankfrut masih sangat dirasakan dan berkembang sampai sekarang.
Istilah krisis menurut kamus Webster berarti kemampuan untuk mengemukakan opini atau argument dengan alasan yang jelas tentang sesuatu. Teori kritis bersumber dari tradisi filsafat jerman, seperti filsafat kritis Immanuel Kant, Hegel, Marx dan Frued. Filsafat kant disebut filsafat kritis, karena pemikirannya mengkritik pandangan emprisme dan rasionalisme sebagai dua pandangan yang bertentang dalam filsafat, terutama sejak renaisans dan pencerahan. Kant kemudian menyatakan bahwa kedua pandangan ini berat sebelah. Kant menganalisis syarat-syarat serta batas-batas kemampuan rasional manusia serta dimensinya yang murni teoritis dan praktis-etis dengan menggunakan rasio itu sendiri.
Kant (1724-1804) seorang tokoh besar yang memberikan arah baru bagi filsafat barat, khususnya bidan epistemology, metafisika, dan etika. Ada kesinambungan pemikiran Kant, Hegel, dan Marx, hal ini terlihat pda pemikiran Marx tentang tiga aspek yang menandai kapitalisme antara lain: rasionalisasi dunia, rasionalisasi tindakan manusia, dan universalisasi kontrak antara manusia (Avenari, 1986 : 162, Turner, 2002 : 185).
Melalui sejarah dorongan universalnya, kapitalisme membuat sejarah menjadi sejarah dunia dan telah melahirkan sejarah dunia untuk pertama kalinya. Jika dalam rangka idealism Hegel, problem sosial-politik seperti ketidakadilan , ataupun penderitaan merupakan proses perelisasian diri dari akal budi (roh absolut), maka Marx menolak teori afirmatif Hegel itu, dengan mengajukan teori kritis dengan menolak memahami negativitas sejarah sebagai perelisasian akal budi. Filsafat menurut Marx tidak boleh menjadi dasar pembenaran ketidakadilan dan ketidakberesan situasi sosial-politik. Teori kritis oleh Marx dijadikan sebagai titik tolak ukur membebaskan manusia dari situasi yang tertekan dan terhina atau sebagai dasar dalam praxis pembebasan manusia dari berbagai hal yang tidak manusiawi.
Menurut Marx, yang diperlukan untuk membebaskan manusia dari ketidakadilan dan ketidakbenaran adalah munculnya satu kelas (kelompok) masyarakat yang berjiwa revolusioner (kaum buruh, kaum proletariat), untuk membebaskan diri dari ketertindasan serta mewujudkan harapan mereka sendiri.

B.     Pemikiran Generasi Pertama Mazhab Frankfurt
Dalam Sosiologi Mazhab Frankfurt (Frankfurt School / Frank Furter – Schne) Sosiologi disebut sebagai sosiologi kritis (Critical Sosiology), yaitu aliran yang menjadikan sosiologi sebagai media kritik sosial. Sosiologi kritis menjadikan sosiologi sebagai alat untuk memahami berbagai masalah sosial-politik, ekonomi dan kebudayaan modern.
Teori kritis adalah pusat penelitian Marxis Interdislip Linier (lintas disiplin) yang mulai terkenal dan memiliki ciri khusus, terutama setelah Max Horkheimer (1895-1973) diangkat sebagai direkturnya pada tahun 1930. Ada perbedaan antar pemikiran tokoh-tokoh pada “generasi pertama” maupun “generasi kedua” Mazhab Frankfurt ini sehingga pemikiran mereka tidak selalu sama dan Interpenden.
Diatas dikemukakan bahwa gerakan kiri baru adalah gerakan dipengaruhi oleh kritis, dan gerakan ini memiliki fokus perhatian dan sasaran perjuangan sendiri. Ada 5 tema sentral yaitu :
Berupa mengubah sistem sistem universitas yaitu dalam pandangan mereka terkait dengan sistem kapasitas modern yang manipulative.
  1. Berupa mengubah sistem sistem universitas yaitu dalam pandangan mereka terkait dengan sistem kapasitas modern yang manipulative.
  2. Upaya untuk membebaskan rakyat kecil dari korban struktur sosial yang tidak adil
  3. Upaya menyiapkan program-program aksi bagi gerakan universal bagi pemberdayaan kaum miskin.
  4. Anti-Perang seperti Perang Amerika Serikat dengan Vietnam tahun 1960-an yang memaksakan wajib militer bagi mahasiswa sebagai upaya mendukung Perang.
  5. Gerakan bawah untuk memunculkan pemerintah alternative dari masyarakat kapitalis modern yang ada.

Di samping gerakan sosial politik, gerakan kiri baru juga menonjol sebagai gerakan intelektual. Tema-tema yang dikemukakan kiri baru dan Pemikiran Muzhab Frankfurt ini sebgaian menjadi dasar bagi pengembangan epistimologi yang sangat berpengaruh bagi epistimologi  postmodern yang mengaitkan teori dengan dengan demokrasi, partisipasi dari Praksis emosi Potoris khususnya melalui pemikiran Habermas sebagai wakil dari generasi kedua.


C.    Jurgen Habermas & Interprestasi Atas Modernitas
Gagasan-gagasan Habermas bertolak belakang dari ide-ide yang sederhana, khususnya tentang “modernitas” dan berbagai kontradiksi dengan prinsip dan cita-cita modernitas itu sendiri. Sejak Renaisans dan pencerahannya baik kaum rasionalis seperti Descarks atau kaum Empiris (Balon, Lock, Hume) senantiasa ditekankan perlunya kriteria rasionalis sebagai dasar pertanggungjawaban keilmiahan, Harbers mengemukakan bahwa ada kepentingan yang terdapat dalam proyek pencerahan, yaitu membebaskan manusia dari takhayul doma-doma agama, kepercayaan tradisional, serta klaim kekuasaan lainnya. Imanunuel Kant menyebut pencerahan sebagai tahap kedewasaan berpikir manusia rasionya.
             Habermas membangun dasar-dasar ilmu sosial dalam teori komunikasinya. Sebagai pemikiran dari democrat, ia merupakan seorang kritikus terkemuka dalam menghadapi fasisme Jerman. Bagi Habermas menjadi modern berarti menjadi lebih rasional French Enlightenment telah memunculkan konsep keyakinan baru mengenai modern sebagai akibat dari pengaruh revolusi ilmu pengetahuan. Pada masa ini modern dianggap menjadi masa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak terbatas untuk perbaiki kemajuan kesejahteraan, perbaikan moral dan sosial budaya.
            Habermas memberi dasar etimologi pada teori sosial dan mengajukan pandangan preskriptif dan normative, yaitu perilaku yang harus ditunjukan dalam kehidupan demokrasi sosial.
            Ada 3 ciri khas teori kritis :
  1. Menerima tentang perlunya kata gori imperatife dan ilmu-ilmu sosial, disini ilmu sosial kritis sejalan dengan pandangan dan argumen model ilmu sosial Interpretative
  2. Untuk memiliki pokok bahasan, ilmuwan sosial harus berusaha untuk memahami maksud dan keinginan para pelaku yang diamatinya secara memahami aturan aturan dan makna konstitutif tatanan sosial mereka
  3. Teori kritis dibangun atas dasar pengakuan eksplitit bahwa teori sosial berinterkoneksi dengan praktik sosial, sehingga apa yang diperlukan sebagai kebenaran, sebagian ditentukan oleh cara-cara khusus dimana teori harus berkaitan dengan tindakan praktis (Fay Brian, 1991 : 103-126).

Habermas menyatakan bahwa komunikasi atau interaksi merupakan tindakan manusia yang paling mendasar. Hubungan yang tersembunyi antar teori dan praksis merupakan salah satu titik tolak teori kritis. Dengan ini, teori kritis mempertautkan antara teori dengan pemenuhan tujuan dan keinginan manusia. Disini teori menjadi Emansipatoris, dimana teori dapat di terjemahkan kedalam tindakan praktis.
Teori kritis adalah ilmu sosial yang berusaha untuk mempertimbangkan penderitaan, kebutuhan yang dirasakan masyarakat atau suatu kelompok sosial tertentu caranya dengan cara melihat dan menjelaskan penderitaan, keadilan itu sebagai asumsi-asumsi teoriteteus sosial, dimana tindakan manusia bersumber dari pada pemahaman diri, persepsi dan tujuan pada perilaku yang terlibat.
Pada akhirnya, berupaya untuk memberikan pencerahan menyadarkan masyarakat tentang faktor-faktor yang menghimpit dan menindas mereka, berupaya membebaskan diri dari keadaan tertindas itu. Di sini, teori itu harus dapat dibahasakan secara sederhana, mampu berbicara mengenai perasaan masyarakat. Oleh karenanya, untuk memperlihatkan dan menelanjangi ideology kekuasaan, menunjukan kesalahan dalam pandangan yang dimiliki dan bagaimana pandangan itu ikut melanggengkan tatanan sosial yang tidak adil dan menindas. Hal ini, teori kritis memiliki peran edukasi, dimana fungsi ilmuwan sosial bukan hanya memberikan pengetahuan tentang fenomena sosial, serta menjelaskan kondisi sosial yang manipulative, akan tetapi juga memberi penjelasan kepada para pelaku sosial, sehingga dengan menyadari kondisi dan situasi sosial yang mereka alami, mereka sendiri dapat mengubah kondisi yang tidak diinginkan tersebut melalui dialog antara ahli (elit) yang memberi pencerahan dan menentukan arah tindakan rasional dengan masayarakat yang diharapkan dapat mengubah dan memenuhi tuntutan mereka sendiri.
SOSIOLOGIS KRITIS
A.    Teori Kritis Dan Epistemologi Postmodern
Habermas adalah pemikiran yang tetap berupaya mempertahankan modernitas dan nilai-nilai rasionalistas dengan gigih, karena itu ia jarang dimunculkan dalam pembahasan yang mengidentikan dengan terlebih dahulu memahami apa yang menjadi kepentingan sesungguhnya dari individu, bahkan juga kepentingan yang ada dalam pengetahuan. Habermas membedakan tiga macam kategori ilmu pengetahuan dengan tiga macam kepentingan yang mendasarinya yang dapat dirumuskan sbb :

Kelompok Ilmu
Tujuan & Kepentingan
Empiris-analisis : ilmu-ilmu alam & ilmu sosial positivis
Nomotetis : mencari hukum alam
Kepentingan : teknis
Historis-hermenutis : sejarah, sastra
Idiografis : pengungkapan makna
Kepentingan : perluasan wawasan dan komunikasi, tindakan bersama
Ilmu-ilmu Tindakan : sosiologi Politik, Filsafat, Teori Feminisme
Refleksi kritis
Kepentingan : Emansipatotis

Kelompok ilmu pengetahuan ketiga adalah ilmu kritis (critical knowledge, emancipatory knowledge) yang dikembangkan melalui refleksi diri ini kita dapat memahami bergai kondisi yang tidak adil dan tidak manusiawi dalam kehidupan.
Perbedaan antara paradigma positivisme (Screnbfic theories) dengan teori kritis (critical theories) dapat dikemukakan sbb (ada juga metodologi postmodern) :

Scientific Theories
Critical Theories
Tujuan
Nomotetis ; manipulasi dunia eksternal
Emansipatoris & mencerahkan; menyadarkan represi terselubung, sehingga dapat mebebaskan, mampu menemukan kepentingan nyata/sejati masyarakat.
Struktur Kognitif
Mengobjektivasi, teori mempresentasikan objek
Refleksi
Teori merupakan bagian dari objek yang di deskrpsikan
Konfirmasi
Empiri & Ekspresimen sebagai legifimasi (verivikasi)
Secara kognitif diterima jika ia mampu bertahan oleh proses evaluasi rumit; apakah teori benar-benar refleksif.

B.     Ilmu Pengetahuan Sebagai Emansipatoris
Ilmu pengetahuan sebagai emansipatoris (emancipatory knowledge) adalah ilmu pengetahuan yang menekankan pentingnya peran ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai alat untuk proses humanisasi. Menurut Young, nilai-nilai itu mencakup nilai praksis komunitas masyarakat (community), demokrasi mandiri, keadilan sosial dan integritas lingkungan alam dan manusia.

C.    Habermas Dan Postmodernisme
Ben Agger dalam The Discourse of Domination : From the Frankfurt School to the Postmodernisme (1992), dalam bab-bab postmodernisme : Ideology or Critical Theory), menyatakan bahwa postmodernisme dan feminisme sebagai teori kritis. Habermas adalah seorang fundasioanalis (masih mempercayai rasionalitas modern) sedangkan postmodern adalah arti fundasionalis (Giroux, Hendry A.,1992). Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, Habermas lebih mempertahankan rasionalitas universal yang didasarkan atas tindakan komunikasi yang bebas.
Habermas dan postmodernis mengatur kebenaran objektif dengan kebenaran hermeneutika. Hermeneutika menghargai subjektivitas, objek kajian, sebjektivitas pembaca dan pendengar. Karena itulah Hermeneutika menghargai pemahaman dan penafsiran orang lain, pemahaman dan penafsiran yang berbeda.

G.    TEORI KRITIS DAN SOSIOLOGI KRITIS
Douglas Kellner dalam buku, Teori Sosial Radikal (2003), membahas berbagai macam masalah sosial :

1.      Teori Kritis dan Teori Sosial Radikal;
2.      Teori kritis, Pascastrukturalisme dan Filsafat Pembebasan;
3.      Engels, Modernitas dan Teori Sosial Klasik;
4.      Kebudayaan Media, Teori Sosial dan Cultural Studies;
5.      Menuju Teori Kritis tentang Iklan;
6.      Melek Media, Pedagogi Kritis dalam Masyarakat Multikultural;
7.      Perspektif Marxian dalam Filsafat Pendidikan: Dari Mraxisme Klasik Sampai ke Pedagogi Kritis;
8.      Pedagogi Kritis, Cultural Studies Dan Demokrasi Radikal;
9.      Refleksi Atas Hendri Giroux; Estetika Marxis Seseorang Brech.

Pembahasan bab dalam buku ini menunjukkan betapa cairnya batas-batas antara bidang-bidang ilmu sosial-budaya sekarang ini.

Ben Agger dalam bukunya, Critical Sosial Theories: An Introduction, diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia (2003). Terdiri dari:
1.      Posisi Disipliner Teori;
2.      Politik Narasi Besar I: Menteorikan Postmodernitas;
3.      Politik Narasi Besar II: Derrida ke Teori Perbedaan;
4.      Teori Kritis Mazhab Frankfurt;
5.      Teori Feminis;
6.      Cultural Sudies;
7.      Kritik atas Teori sosial dan Kritis;
8.      Teori Sosial Kritis: penerapan dan implikasinya
Dalam buku ini bersumber dari sosiologi akan tetapi bertumpang tindih dengan pembahasan politik, feminis, gerakan sosial, psikologi, pendidikan, multikulturalisme, ras, dll. Yang menarik, ia menempatkan teori postmodern sebagai bentuk teori kritis.
Leburnya (cairnya) batas-batas yang tegas bidang-bidang ilmu ini berkaitan dengan cara pandang para ilmuwan tentang ilmu pengetahuan, sebagai pengaruh perkembangan pemikiran dalam filsafat ilmu pengetahuan, seperti pospositivis, Teori Kritis, Postrukturslid, dan Posmodernis. Perkembangan baru ini telah mendobrak cara pandang modern (Cartesian) dalam melihat ilmu yang sering disebut dengan “pohon ilmu”. Maksudnya adalah melihat ilmu pengetahuan sebagai pohon yang berdiri tegak di atas akar tunggang (metafisika, filsafat) yang kuat.
Dalam buku, A Thosand Plateaus (Seribu Dataran Tinggi), Deleuza dan Guattari mengemukakan istilah “arboresen” dan “rhizome” untuk menjelaskan perbedaan dalam cara berpikir modern dan postmodern tentang ilmu pengetahuan. Pemikir postmodern cara pandang baru yang dianggap sejalan dengan era informasi atau budaya global yang saling berinteraksi, saling berkaitan dengan mengajukan konsep “rhizoma” atau rhizomatik.
Multivokalitas merupakan konsekuensi adanya perbedaan perspektif (standpoint), perbedaan paradigm, perbedaan kepentingan, perbedaan ras, agama, dan kuasa. Konsep multivokalitas ini dimungkinkan oleh pluralitas paradigm ilmiah, akan tetapi tidak dimungkinkan dalam paradigm Positivisme yang hanya menerima satu model ilmiah (unified sciences).
Dalam perspektif Teori Kritis dan postmodern tentang identitas disipliner dan teritorialitas sosiologi, maka sosiologi tidak dapat dirumuskan/dipahami dari antropologi, politik, psikologi, hukum, maupun filsafat.Pandangan teori sosial kritis dapat membuka mata teori sosiologi, teori perempuan tanpa menantang keberadaan teori sosiologi dan sosiologi umum. Teoretisi sosiologi tidak dapat memahami dunia secara tepat tanpa mengambil sebagian dari disiplin atau metodologi lain untuk memperbaiki konsep, data, dan konstruksi yang menyebabkan teori tradisional kelihatan ketinggalan zaman.
Kontribusi terbesar untuk filsafat adalah pengembangan teori rasionalitas (theory of rationality). Menurut Habermas, rasionalitas bukan sekedar kalkulasi strategis dalam rangka pencapaian sesuatu. Rasionalitas justru bentuk-bentuk aksi/tindakan komunikatif (communicative action) dengan perolehan persetujuan dengan pihak/orang lain. Teori rasionalitas yang dikemukakan melalui konsep “pengetahuan dan kepentingan” mengaitkan hubungan antara aturan-aturan logis-metodologis bagi perilaku kelompok ilmuwan sesuai dengan kelompok ilmu pengetahuan dan kepentingan yang mendasarinya.
Habermas mengelompokkan ilmu pengetahuan ke dalam tiga kepentingan kognitif yang dapat disebut 3 paradigma, yakni:
*      Pertama, ilmu pengetahuan alam (nomotetis) dengan kepentingan teknis penguasaan alam (instrumental).
*      Kedua, ilmu pengetahuan interpreatif-hermeneutis yang didasari kepentingan untuk saling memahami situasi melalui cara pandang partisipan.
*      Ketiga, ilmu pengetahuan emansipatoris dengan mengungkapkan cara kerja kekuasaan (ideologi) yang menindas dan menghambat terciptanya keadilan sosial.

Bagi para teoritikus Kritis, ilmu pengetahuan tidak bersifat objektif dan netral, Habermas dengan tegas mengemukakan bahwa ilmu pengetahuan memiliki beragam kepentingan, bahkan mendasari konstruksi ilmu pengetahuan itu sendiri. Kepentingan lalu di konstruksi secara sosial di mana kepentingan itulah yang mengonstruksi ilmu pengetahuan.
Kepentingan memiliki fungsi ideologis seperti “kepentingan teknis”, “kepentingan emansipatoris”.
Ada beberapa kritik terhadap teori kritis :
§  Pertama, karena menggunakan metode non-kuantitatif, maka dianggap gagal meraih standar metodologi.
§  Kedua, karena penolakannya tentang ilmu bebas nilai, teori ini disebut bersifat politis.

§  Ketiga, karena teori ini tidak didasarkan pada data-data lapangan, maka teori kritis disebut sebagai spekulasi dan sosiologi kursi malas (Agger, 296). 

Komentar